Assalamu'alaikum ustadz,
Saat ini kita banyak
menemui Boycott Campaign untuk produk-produk yang mendukung Yahudi
menjajah tanah Palestina. Memang, bukti-bukti yang ada mengarahkan beberapa
produk internasional untuk kita boikot. Ya, bukti-bukti itu jelas. Sungguh
jelas.
Namun di sisi lain, ada juga
produk-produk yang dari mulut ke mulut diberitakan mendukung Yahudi. Seperti
Unilever misalnya (maaf, saya sulit menggambarkan bila tidak menyebutkan
mereknya). Derivasi dari produk ini sudah menguasai pasaran Indonesia. Namun saya
belum menemukan bukti-bukti yang jelas mengarahkan perusahaan tersebut
benar-benar terlibat mendukung Zionis Yahudi.
Lalu bagaimana saya harus
menyikapi ini? Apakah saya harus mempercayai begitu saja
apa yang saudara se-Islam saya sarankan? Untuk tidak lagi memakai produk-produk
tak jelas buktinya itu? Atau bagaimana? Afwan, saya benar-benar belum menemukan
jawaban yang memuaskan dari pertanyaan ini. Saya harap Ustadz mau memberi
penjelasan untuk ini. Jazakumullah.
Wassalamu'alaikum wr. wb.
--dian--
Jawaban
Assalamu 'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
1. Kejelasan merek dagang mana saja yang sudah
dipastikan milik perusahaan yahudi. Atau yang saham serta keuntungannya benarnya
milik dan diperuntukkan bagi kepentingan yahudi.
Bila tidak, yang terjadi justru
penzaliman dan fitnah seperti yang anda sebutkan.
Padahal bila suatu perusahaan sudah kena vonis tuduhan milik Yahudi, bisa jadi
perusahaan itu akan terkena dampaknya. Atau malah sebaliknya, orang-orang malah
jadi tidak terlalu peduli dengan seruan itu, karena
ketidak-jelasannya.
Bukankah Islam mengajarkan kita untuk berbuat
'adil? Bukankah keadilan adalah salah satu ciri Islam?
2. Harus ada alternatif produk milik umat Islam
yang secara kualitas menyamai kualitas produk yahudi, juga harganya bersaing
dengan harga produk yahudi, serta ketersediaannya di pasaran pun mudah
didapat.
Sebab bila tidak ada alternatif penggantinya, atau
ada tapi kualitasnya rendah, atau harganya tidak terjangkau, atau tidak tersedia
di pasaran yang mudah dijangkau konsumen, seruan ini menjadi mentah dengan
sendirinya.
Apakah di negeri kita ini sudah ada produk
alternatif pengganti yang seperti itu atau belum, tentunya harus dijadikan bahan
pertimbangan masak oleh para ulama, terutama ulama di negeri kita.
Sebab bisa jadi keadaan pasar di negeri arab
berbeda dengan keadaan pasar di negeri kita. Untuk itu perlu ada penelitian yang
relevan.
3. Harus ada penjelasan tentang fakta-fakta
seberapa besar peranan sumbangan perusahaan milik yahudi itu telah berhasil
membantai ribuan nyawa umat manusia.
Sebab penjelasan inilah yang akan
menggerakkan hati umat Islam. Misalnya, ketika terjadi pembantaian umat Islam di
Bosnia oleh Serbia awal tahun
90-an, umat Islam se-Indonesia untuk pertama kalinya kompak membela dan langsung
mengumpulkan dana solidaritas.
Tapi bila fatwa itu hanya disampaikan dari mulut
ke mulut, atau lewat milis, atau lewat forum-forum terbatas, maka pengaruhnya
pun akan sangat terbatas sekali. Bukan berarti kita menafikan upaua
sungguh-sungguh mereka yang sudah berinisiatif, namun nampaknya suatu amal akan
lebih sempurna bila dilakukan secara berjamaah, tidak sendiri-sendiri.
Rasanya tanpa tiga hal di atas, seruan dan fatwa
itu akan mengalami penggembosan dari dalam tubuh umat Islam sendiri.Upaya mulia
para ulama serta alternatif yang mereka tawarkan akan berjalan di tempat.
Yang namanya pemboikotan
seharusnya memerlukan syarat mutlak, yaitu kekompakan.
Apalah artinya pemboikotan kalau yang melakukan hanya satu dua orang saja,
sementara selebihnya acuh tak acuh saja.
Hal-hal teknis seperti ini barangkali perlu lebih
diperhatikan, agar pekerjaan kita berjalan secara itqan (sempurna).
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
0 comments:
Post a Comment